Eka Wardhana:
KEBUTUHAN! BUKAN HOBI!
Oleh: Kak Eka Wardhana, Rumah Pensil Publisher
Tahukah Anda berapa orang yang gemar membaca dari 1.000 orang di Indonesia?
Hasil survei UNESCO tahun 2011 menunjukkan indeks membaca masyarakat Indonesia adalah 0,001 persen. Artinya? Artinya hanya 1 orang dari 1.000 orang di Indonesia yang gemar membaca.
Jadi bila di sebuah sekolah ada 500 siswa, secara statistik tak ada satu anak pun yang senang membaca. Bila ada 2 sekolah dengan jumlah masing-masing 500 siswa, barulah bisa dibilang ada 1 orang yang senang membaca. Apa artinya ini? Artinya sumur intelektual bangsa ini sebenarnya kering, yang subur adalah anak-anak alay dimana-mana. Apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama adalah menangis bersama-sama.
Bila air mata Anda sudah habis, yuk kita lihat kondisi di negara lain: negara mana yang indeks membaca masyarakatnya paling tinggi? Jawabannya adalah: Finlandia. Berapa indeksnya: 100%! Apa artinya? Artinya semua orang di Finlandia gemar membaca! Apa yang harus kita di Indonesia lakukan? Yuk, nangis bareng-bareng lagi.
Studi “Most Lattered Nation in the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu dilakukan pada 61 negara, termasuk Indonesia. Anda tahu urutan keberapa Indonesia tercinta dalam studi itu? Urutan ke-60! Di bawah negara tetangga seperti Singapura (urutan ke-36), Malaysia (urutan ke-53), Thailand (urutan ke-69). Dalam studi itu Indonesia hanya berada di atas Botswana (urutan ke-61). Sedih? Bangeeet!
Dalam konteks yang lebih luas, negara dengan mayoritas muslim dengan peringkat tertinggi dalam studi itu adalah Qatar di urutan ke-45, disusul Turki di urutan ke-50. Jauh di bawah Israel yang berada di urutan ke-19. Mau nangis lagi? Sudah cukuplah, air mata kita sudah kering!
Pertanyaan selanjutnya: kenapa bisa begitu? Banyak sekali jawaban yang muncul. Beberapa di antaranya:
1. Lingkungan keluarga tidak mendukung. Contoh konkret, di rumah tidak ada perpustakaan. yang ada adalah ruang menonton.
2. Lebih senang menonton.
3. Harga buku mahal, terutama di luar Jawa.
4. Susah mendapat buku berkualitas, terutama di tingkat kabupaten dan kecamatan.
5. Lebih doyan main smartphone. Sekarang jarang ada penumpang di kereta api atau bus atau angkot yang membaca buku, semuanya main gawai digital.
Menarik, dari beberapa poin di atas hanya ada 2 yang memerlukan tanggung jawab pemerintah, yaitu poin mengenai harga buku dan ketersediaan buku. Sementara 3 sisanya (Poin 1, 2 dan 5) bisa diupayakan di rumah.
Jadi solusinya sudah jelas: siasati poin 1, 2 dan 5 di atas dengan cara:
1. Sediakan ruang perpustakaan di rumah walaupun sederhana.
2. Batasi keluarga menonton TV dan ajarkan bahwa membaca adalah kegiatan yang tak kalah asyik.
3. Batasi penggunaan gawai digital. Bila Ayah dan Ibu selalu bergadget ria, jangan salahkan anak-anak jadi lebih parah lagi main gadgetnya. Ingat peribahasa: Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Apa lagi yang jadi solusinya? Beberapa hal lain yang bisa dilakukan adalah:
1. Cintailah kegiatan menulis buku. Dengan adanya percetakan digital, Anda bisa menerbitkan buku Anda sendiri.
2. Berbagilah buku dengan sesama dan ajak semua orang membaca.
Apa jawaban kita sebagai muslim bila kelak ditanya Allah di Akhirat: Apakah engkau sudah melaksanakan perintah pertama yang Kuturunkan kepadamu, yaitu “IQRO!” (Bacalah!)?” Apa jawab kita?
Jangan bilang membaca adalah hobi, sebab bila demikian kegiatan membaca menjadi remeh dan dapat dipilih. Tanamkan di otak kita bahwa membaca adalah KEBUTUHAN! Saya ingat dulu menghabiskan buku Seven Habits nya Stephen Covey di angkot saat pergi bekerja. Saat itu saya sedang menabung untuk membeli motor. Setelah punya sepeda motor, saya tak pernah lagi punya kesempatan membaca di angkot. Mungkin itu adalah salah satu kesalahan yang saya lakukan dalam hidup.
Sebuah bangsa tak akan maju dan beradab hanya dengan indeks membaca 0,001. Semua negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang dan Perancis tengah berlomba mendominasi penerbitan dunia. Disusul Spanyol, Cina dan India. Bahkan di India buku sangat murah karena tak ada pajak buat buku! Luar biasa!
Tetap optimis, Ayah dan Bunda. Yang harus dilakukan saat ini adalah: Yuk, mulai dari rumah masing-masing!
Salam Smart Parents!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar